PSIKOLOGI ANALISIS
Prespektif
dasar dari psikoanalisis adalah bahwa tingkah laku orang dewasa
merupakan refleksi (penjelmaan) pengalaman masa kecilnya. Teori ini
menekankan bahwa orang bergerak melalui suatu tahapan (stage) yang pasti selam tahun-tahun awal perkembangannya yang berhubungan dengan sumber-sumber kesenangan seksual (seksual pleasure).
Tahapan ini ditandai dengan tahap oral, anal, phalik dan genital. Teori
psikoanalisis juga memperkenalkan konsep ketidaksadaran sebagai bagian
kepribadian, dimana terletak keinginan-keinginan, impuls-impuls dan
konflik-konflik yang dapat mempunyai pengaruh langsung pada tingkah
laku. Pada dasarnya tingkah laku individu dipengaruhi atau dimotivasi
oleh determinan kesadaran maupun ketidak sadaran.
Teori
psikoanalisis ini telah mengarahkan kerja para ahli psikologi sosial
pada sejumlah topik tentang tingkah laku sosial yang diselidiki dalam
arti proses-proses ketidaksadaran. Sebagai contoh, tingkah laku agresi
dipandang sebagai suatu manifestasi pembawaan sejak lahir yaitu yang
disebut sebagai instink mati dalam ketidaksadaran. Contoh lainnya,
prasangka dalam kelompok minoritas dipandang sebagai konflik individu
pada masa kecil dengan orang tuanya yang kaku (otoriter) yang kemudian
dicerminkan dalam ketidaksukaannya pada orang-orang dewasa yang tidak
mirip dengan dirinya.
Dalam
kenyataannya para ahli psikologi sosial mengakui pengaruh yang relatif
sedikit dari teori psikoanalisis. Disamping itu, teori psikoanalisis
hanya dapat menggambarkan fakta tetapi tidak dapat dipakai sebagai
predictor tingkah laku.
Psikoanalisis
yang pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud memang merupakan teori
yang kontroversial. Selain itu, orientasinya juga sangat individual.
Oleh sebab itu, tidak semua teorinya relevan dengan yang dibicarakan
tentang teori-teori psikologi sosial.
Tapi
tidak dapat disangkal bahwa ada bagian-bagian dari teori Freud yang erat
kaitannya dengan psikologi sosial, bisa menerangkan beberapa gejala
psikologi sosial, bahkan disana sini ada beberapa pandangan Freud yang
didasari pada hal-hal yang bersifat sosial budaya.
Teori
Freud memang sulit dipahami. Alasan yang pertama adalah konsepnya
berubah-ubah (berkembang) terus. Alasan kedua adalah psikoanalisis bukan
hanya berfungsi sebagai teori, tapi sekaligus juga teknik terapi dan
teknik analisis kepribadian manusia. Alasan ketiga khususnya dalam
psikologi sosial, Freud sendiri tidak banyak menulis tentang psikologi
kelompok. Untuk memahami teori Freud tentang psikologi kelompok.
Konsep-konsep
Freud dalam psikoanalisis. Aparat-aparat psikis menurut Freud dapat
digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu libido, struktur kejiwaan, dan
struktur kepribadian.
a. Libido
Libido
adalah energi vital. Energi vital ini sepenuhnya bersifat kejiwaan dan
tidak boleh dicampurkan dengan energi fisik yang bersumber pada
kebutuhan-kebutuhan biologis, seperti lapar dan haus. Freud mengatakan
bahwa energi vital ini bersumber pada seks. Namun, seks disini ia
artikan sangat berbeda dari artinya yang biasa dikenal sehari-hari.
Freud mengemukakan bahwa manusia terlahir dengan sejumlah insting (naluri). Insting-insting itu dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu insting hidup (life instinct) dan insting mati (death instinct).
Insting hidup adalah naluri untuk mempertahankan hidup atau keturunan,
sedangkan insting mati adalah naluri yang menyatakan bahwa pada suatu
saat seseorang itu akan mati. Freud tidak memberikan nama-nama khusus
pada energi-energi yang bersumber pada insting mati ini, hanya
dikatakannya bahwa insting ini menyebabkan prilaku-prilaku agresif.
Namun, tentang insting hidup jelas dinyatakannya sebagai insting seksual
dan energi-energi yang berasal dari insting seksual inilah yang
disebutnya libido.
Insting-insting
seksual mula-mula memang berkaitan dengan bagian-bagian tubuh tertentu,
yaitu bagian-bagian tubuh yang dapat menimbulkan kepuasan seksual.
Bagian-bagian tubuh itu disebutnya daereah-daerah erogen (erogenous zones),
yaitu mulut, anus (pelepasan) dan alat kelamin. Namun, dengan
berkembangnya sistem kejiwaan manusia, rasa puas atau
ketegangan-ketegangan (tension) yang berasal dari daerah-daerah
erogen ini lama-kelamaan terlepas dari kaitannya dengan tubuh dan
menjadi dorongan-dorongan yang berdiri sendiri.
b. Struktur Kejiwaan
Jiwa oleh Freud dibagi dalam tiga bagian, yaitu kesadaran (consciousness), prakesadaran (preconsciousness) dan ketidaksadaran (unconsciousness).
Kesadaran
adalah bagian kejiwaan yang berisi hal-hal yang disadarinya,
diketahuinya. Fungsi kesadaran diatur oleh hukum-hukum tertentu yang
dinamakannya “proses sekunder”, yaitu logika. Kesadaran jiwa
berorientasi pada realitas dan isinya berubah terus. Isi kesadaran
terdiri dari hal-hal yang terjadi di luar maupun di dalam tubuh
seseorang.
Prakesadaran
adalah bagian kejiwaan yang berisikan hal-hal yang sewaktu-waktu dapat
dipanggil ke kesadaran melalui asosiasi-asosiasi. Freud tidak memperinci
proses yang terjadi pada prakesadaran dan bagian ini memang kecil
perannya dalam sistem kejiwaan yang diajukannya.
Ketidaksadaran
merupakan bagian yang terpenting dan paling banyak diuraikan dalam
sistem kejiwaan Freud. Bagian ini berisi proses-proses yang tidak
disadari, tetapi tetap berpengaruh pada tingkah laku orang yang
bersangkutan. Proses yang tidak disadari itu dinamakan “proses primer”
dan ditandai emosi, keinginan-keinginan (desire), dan insting. Realitas tidak mendapat tempat dalam kesadarannya.
Freud mengatakan bahwa pengertian tentang tingkah laku manusia yang overt (tampak mata) hanya dapat dicapai melalui penyimpulan yang benar tentang isi kesadaran.
c. Struktur kepribadian
Ada tiga sistem yang terdapat dalam struktur kepribadian, yaitu id, ego dan super ego.
1. Id
adalah sumber segala energi psikis. Jiwa seorang bayi yang baru lahir
hanya terdiri dari id. Isinya adalah impuls-impuls yang berasal dari
kebutuhan-kebutuhan biologis dan impuls-impuls inilah yang mengatur
seluruh tingkah laku bayi. Karena id merupakan sistem yang tidak di
sadari, maka semua ciri ketidaksadaran berlaku buat id: amoral, tidak
terpengaruh oleh waktu, tidak mempedulikan realitas, tidak menyensor
diri sendiri dan bekerja atas dasar prinsip kesenangan.
Akan
tetapi, karena sifatnya yang tidak mempedulikan realitas, padahal
obyek-obyek yang diperlukan untuk memenuhi impuls-impuls dari id
terletak dalam realitas, maka id memerlukan suatu sistem yang dapat
menghubungkannya dengan realitas (dunia nyata). Oleh karena itulah
tumbuh sistem baru dalam jiwa bayi yaitu ego. Pertumbuhan ego sudah
dimulai sejak awal pertumbuhan bayi, yaitu sejak bayi dikonfrontasikan
dengan kenyataan bahwa realitas adalah suatu hal yang tidak bisa
diperlakukan seenaknya saja.
Sumber
energi ego berasal dari id. Dalam perkembangan selanjutnya, ego akan
berdiri sendiri, terpisah dari id, tetapi sumber energinya tetap berasal
dari id. Fungsi utama ego adalah menghadapi realitas dan menerjemahkan
untuk id. Oleh karena itu, dikatakan bahwa ego berfungsi atas dasar
prinsip realitas (reality principle).
2. Ego
disamping bekerja atas dasar prinsip realitas, ego juga beroperasi atas
dasar proses berpikir sekunder. Jadi, dalam menginterpretasikan
realitas ego menggunakan logika. Selain itu, persepsi dan kognisi
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses sekunder tersebut.
Dengan proses sekunder itu ego menguji realitas.
3. Superego
adalah sistem moral dari kepribadian. Sistem ini berisi norma-norma
budaya, nilai-nilai sosial, dan tata cara yang sudah diserap ke dalam
jiwa. Superego merupakan perkembangan dari ego. Sifat superego sama
dengan id, dalam arti tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat, tidak
mempunyai sensor diri, serta mempunyai energi sendiri. Ia pun
mengabaikan realitas, tetapi superego mempunyai fungsi yang bertentangan
dengan id. Jika id berprinsip mencari kesenangan, superego mencari
kesempurnaan (perfection). Demi kesempurnaan itu, superego berusaha menghambat impuls-impuls dari id sehingga tidak muncul dalam tingkah laku.
Superego
terbentuk sebagai reaksi terhadap tata aturan masyarakat yang
dihadapkan kepada anak oleh orang tua (atau tokoh orang tua) melalui
mekanisme hukum dan ganjaran. Menurut Freud, terbentuknya superego
paling dipengaruhi oleh komplek oedipoes. Dalam perasaan yang ambivalen
yang terdapat pada anak laki-laki terhadap ayahnya (atau anak perempuan
terhadap ibunya), yaitu pertentangan antara perasaan cinta dan benci,
kagum dan takut, ingin meniru dan ingin mengingkari, terjadilah
introjeksi (penerapan) nilai-nilai orang tua ke dalam jiwa anak. Nak
tidak lagi mengendalikan perilakunya karena takut atau dilarang oleh
orang lain, melainkan ia dihambat oleh perasaan malu dan rasa bersalah
yang ada dalam dirinya.
Dengan
demikian, tujuan utama proses sosialisasi menurut Freud adalah
pembentukan superego yang sehat. Orang yang tersosialisasi adalah orang
menerima tata aturan masyarakat sebagai aturan-aturannya sendiri.
Superego
mempunyai fungsi yang bertentangan dengan id, tetapi kehendak keduanya
diketahui oleh ego. Tugas ego adalah menyusun strategi tingkah laku
sedemikian rupa sehingga keinginan kedua pihak terpenuhi dan sekaligus
sesuai dengan realitas. Kemampuan ego untuk menyeimbangkan energi-energi
dari id dan dari superego sangat penting artinya bagi kepribadian.
Kalau energi dari superego terlalu besar, maka orang yang bersangkutan
akan menjadi selalu ragu-ragu, takut-takut, terkekang. Namun, jika
energi id terlalu besar, maka akan kita dapati orang yang impulsive,
seenaknya sendiri, mengabaikan tata aturan sosial.
Sumber: https://khuldy.wordpress.com/psikoanalisis/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar