Senin, 27 Juni 2016

Psikologi Behavioristik

Psikologi Behavioristik

Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan unsur subyek tunggal psikologi. Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak).
Behaviorisme ingin menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Behaviorisme memandang pula bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia buruk, lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia baik. Kaum behavioris memusatkan dirinya pada pendekatan ilmiah yang sungguh-sungguh objektif. Kaum behavioris mencoret dari kamus ilmiah mereka, semua peristilahan yang bersifat subjektif, seperti sensasi, persepsi, hasrat, tujuan, bahkan termasuk berpikir dan emosi, sejauh kedua pengertian tersebut dirumuskan secara subjektif.

Teori behaviorisme memandang individu hanya dari jasmani dan mengesampingkan mental. Para penganut teori ini tidak mengakui adanya bakat, kecerdasan, minat, dan perasaan individu dalam proses belajar. Menurut mereka, belajar hanya untuk melatih refleks-refleks sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Seseorang sudah dianggap belajar apabila ada perubahan kebiasaan atau perilaku dirinya.

Ada tiga konsep penting dalam psikologi behaviorisme ini, antara lain :
  1. Stimulus/ rangsangan;
  2. Respon;
  3. Penguatan (reinforcement)

Dalam mekanisme belajar berdasarkan behaviorisme, input yang diberikan berupa stimulus/rangsang yang diberikan oleh pendidik/guru, akan menghasilkan output berupa respon hasil dari tanggapan pembelajar terhadap stimulus yang diberikan. Proses yang terjadi selama pembelajaran tidak terlalu penting karena tidak bisa diamati dan diukur.
PRINSIP DASAR BEHAVIORISME
  • Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak
  • Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.
  • Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.
  • Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.
  • Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.
Banyak ahli (a.l. Lundin, 1991 dan Leahey, 1991) membagi behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan.



Perspektif Behaviorisme Menurut Beberapa Tokoh Psikologi

Thorndike (1874-1949)
Belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon (Teori Konektivisme). Teori ini sering pula disebut “trial and error learning”. Stimulusnya adalah semua yang merangsang terjadinya kegiatan belajar yang dapat ditangkap oleh indera, dan responnya adalah reaksi yang muncul saat belajar berlangsung.

Beliau melahirkan hukum-hukum belajar, yaitu :

  1. Law of Effect  (hukum akibat)
Jika respon yang dihasilkan menghasilkan efek memuaskan, maka hasil interaksi stimulus-respon makin kuat, berlaku juga untuk sebaliknya.

  1. Law of Readiness (hukum kesiapan)
Asumsi kesiapan menurut hukum ini yaitu kepuasan organisme berasal dari pendayagunaan satuan pengantar. Unit-unit ini menimbulkan kecenderungan bahwa organisme akan terdorong untuk “do or don’t do it”.

  1. Law of Exercise (hukum latihan)
Hubungan stimulus-respon akan makin kuat jika sering berlatih; begitu pula sebaliknya.

Ivan Pavlov

Psikolog asal Rusia ini mengemukakan hukum belajarnya sendiri, yaitu :
  1. Law of Respondent Conditioning
Jika dua stimulus dihadirkan secara stimultan (salah satunya berfungsi sebagai reinforcer ), refleks dan stimulus lain akan meningkat.
  1. Law of Extinction
Jika refleks yang sudah diperkuat oleh hukum Respondent Conditioning tanpa ada reinforcer, kekuatannya akan menurun.

B.F. Skinner

Beliau berpendapat bahwa konsep tentang belajar adalah hubungan stimulus-respon (S-R) lewat interaksi dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan tingkah laku, tidak sesederhana pendapat tokoh-tokoh di atas.

Pertama, respon yang diterima tidak sesederhana itu; stimulus-stimulus saling berinteraksi , selanjutnya akan timbul pengaruh terhadap respon yang diberikan, Akhirnya, muncullah konsekuensi.

Kedua, individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Ia bukan agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan/suatu poin yang factor-faktor lingkungan dan hereditas yang khassecara bersama-sama menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut.

Beliau menguraikan pula mengenai sejumlah teknik yang digunakan untuk mengontrol perilaku, antara lain sebagai berikut :
  1. Pengekangan fisik (physical restrain)
Menurut Skinner, kita dapat mengontrol perilaku melalui pengekangan fisik. Contohnya, beberapa orang menutup mulut untuk menghindari diri dari menertawakan kesalahan orang lain.
  1. Bantuan fisik (physical aids)
Kadang-kadang orang menggunakan obat-obatan untuk mengontrol perilaku yang tidak diinginkan. Contohnya, seorang supir truk mengonsumsi obat perangsang agar tidak mengantuk saat menempuh perjalanan jauh.
Bantuan fisik juga digunakan untuk memudahkan perilaku tertentu,yang bisa dilihat pada orang yang memiliki masalah penglihatan dengan cara memakai kacamata.
  1. Mengubah kondisi stimulus (changing the stimulus conditions)
Suatu teknik lain adalah mengubah stimulus yang bertanggung jawab. Misalnya, orang yang menderita obesitas menyingkirkan sekotak coklat di hadapannya sehingga dapat mengekang diri.
  1. Memanipulasi kondisi emosional
Skinner menyatakan bahwa kita terkadang mengadakan perubahan emosional dalam diri kita untuk mengontrol diri. Misalnya, melakukan meditasi untuk mengatasi stress.
  1. Melakukan respon-respon lain
Menurut Skinner, kita juga sering menahan diri untuk melakukan perilaku yang membawa hukuman bagi orang lain.
  1. Menguatkan diri secara positif
Salah satu teknik yang kita gunakan untuk mengontrol perilaku menurut Skinner adalah menghadiahi diri sendiriatas perilaku yang patut dihargai.
  1. Menghukum diri sendiri
Artinya, seseorang mungkin menghukum diri sendiri karena gagal mencapai tujuan diri.




Daftar Pustaka

www.edus.web.id/2010/12/teori_behavioristik_paud.html
http://rumahbelajarpsikologi.com
http://psikologi.or.id/psikologi-umum-pengantar/aliran-behaviorisme.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar