Masyarakat
atau suku Jawa adalah masyarakat yang majemuk, sehingga banyak mendapatkan
pengaruh budaya yang berasal dari suku atau golongan masyarakat lain yaitu :
Cina, Arab, Melayu, Eropa, dan lain-lain.
Demikian
pula halnya dengan pengaruh ajaran agama yang diadopsi dari ajara-ajaran agama,
antara lain : Budha, Hindu, Nasrani dan Islam. Dalam budaya Jawa, atau tradisi
Jawa, terdapat banyak sekali budaya yang sudah turun temurun mengadopsi ajaran
Hindu dan Budha, tetapi pada perkembangannya oleh para Wali (Wali Sanga) budaya
Hindu Budha tersebut disisipi ajaran Islam, antara lain sekaten, wayang, ketupat,
dll.
Budaya
tersebut mengandung arti atau ajaran yang sangat dalam bagi masyarakat Jawa,
tidak saja yang berdomisili di sekitar Jawa, bahkan sampai luar Jawa dan luar
negeri. Masyarakat yang memegang teguh ajaran tersebut akan senantiasa berusaha
mempertahankan budaya tersebut.
1) Sekaten
Pada awalnya merupakan
tradisi kirab pusaka dan benda bersejarah yang dilakukan oleh keraton
Yogyakarta dan Surakarta, tetapi tradisi tersebut oleh Sunan Kalijaga disisipi
ajaran Islam yaitu menjadi sekaten yang berasal dari kata syahadatain. Sejalan
dengan lidah masyarakat awam maka syahadatain berubah menjadi sekaten.
2) Wayang
Pada awalnya merupakan
budaya Hindu yang berasal dari kitab mahabarata dan ramayana, oleh Wali Songo
wayang disisipi instrumen Bonang ciptaan Sunan Bonang agar lebih menarik dan
tokoh punakawan yaitu semar, gareng, bagong, dan petruk. Semar berarti samar,
tokoh tersebut digambarkan memandang keatas sehingga dapat dimaknai untuk
selalu ingat pada sang pencipta, Allah s.w.t. Pada setiap tindakan dan tingkah
laku serta ucapannya mengandung ajaran falsafah hidup yang dalam. Gareng
berasal dari kata qorin yang berarti pengiring atau kata hati, sehingga tokoh
Gareng digambarkan dengan mata yang juling dan kaki yang pincang, bila kita
cermati mata juling tersebut mengandung arti kewaspadaan, sedangkan kaki yang
pincang menggambarkan kehati-hatian. Petruk berasal dari kata Fatruk yang
berarti tunjukkan. Tokoh ini digambarkan dengan jari yang selalu menunjuk dan
badan yang tinggi sehingga mengingatkan pada kita untuk selalu meminta petunjuk
pada yang maha tinggi. Allah s.w.t.
3) Ketupat
Pada setiap hari raya idul
fitri/lebaran. Bila kita tilik lebih dalam makna ketupat sebenarnya adalah
tradisi saling memaafkan antar masyarakat. Ketupat dalam bahasa Jawa adalah
kupat, yag berarti ngaku lepat atau mengakui kesalahan sehingga ajaran tersebut
dapat dimaknai kegiatan saling memaafkan.
Dengan
adanya bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa budaya Sekaten, Wayang dan
Ketupat adalah hasil adopsi dari budaya/ajaran Islam yang dibawa dan disebarkan
oleh para Wali Sanga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar